1. Pengertian Mutu Pendidikan
Pengembangan mutu dalam sektor pendidikan, sesungguhnya mengadopsi dari
berbagai konsep (walaupun yang paling dominan adalah konsep mutu dalam dunia
industri), seperti dukemukakan oleh beberapa ahli berikut. Miller, dalam
pendidikan “the man behind the system” yang berarti manusia merupakan
faktor kunci yang menentukan kekuatan pendidikan. Jarome S. Arcaro mengatakan
bahwa teachers are the mediator who provide or fail to provide the essential
experiences the permit student to release their awesome potential. Bemandin
dan Joice, mengungkapkan bahwa faktor-faktor produktivitas pendidikan adalah “ knowladge,
skills, abilities, attitude,dan behavior” dari para personel dalam
organisasi. Crosby menyatakan bahwa kualitas adalah conformance to
requirement, yaitu sesuai yang disyaratkan atau distandarkan. Artinya,
suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang
telah ditentukan, meliputi bahan baku, proses produksi, dan proses jadi.[1]
Menurut Joseph Juran, seperti yang dikutip oleh M. N. Nasution mutu /
kualitas diartikan sebagai kecocokan penggunaan produk (fitness for use)
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai
kesesuaian terhadap spesifikasi. Sementara, W. Edwards Deming menyatakan bahwa
kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau apapun yang menjadi
kebutuhan dan keinginan konsumen.[2]
Sementara itu jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Dzaujak Ahmad, bahwa mutu pendidikan adalah
kemampuan sekolah dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap
komponen – komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai
tambah terhadap komponen tersebut menurut norma / standar yang berlaku.[3]
Sudarwan Danim memiliki pandangan lain mengenai pengertian mutu.
Menurutnya, mutu pendidikan mengacu pada masukan, proses, luaran, dan dampaknya.
Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kondisi baik
atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru,
laboran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya
kriteria masukan material berupa alat peraga, buku – buku, kurikulum,
prasarana, sarana sekolah, dan lain –lain. Ketiga, memnuhi atau tidaknya
kriteria masukan yang berupa perangkat lunak seperti peraturan, deskripsi
kerja, dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat
harapan dan kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan, dan cita – cita.[4]
Mutu proses pendidikan mengandung makna bahwa kemampuan sumber daya sekolah
mentransformasikan berbagai jenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat
nilai tambah tertentu dari peserta didik. Dilihat dari hasil pendidikan, mutu
pendidikan dipandang berkualitas jika mampu melahirkan keunggulan akademis dan
ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.[5]
Menurut Edmond
(dalam Suryosubroto, 2004:208) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) merupakan
alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada
kemandirian dan kreatifitas sekolah.[6]
Jadi secara singkat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat
didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai
tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidikan nasional.[7]
Dalam konteks ini manajemen berbasis sekolah (MBS) mempunyai peranan yang
penting. Manajemen berbasis sekolah memberikan kebebasan dan kewenangan yang
luas kepada sekolah disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi
yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan
strategi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan kondisi setempat,
sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga guru dapat
berkonsentrasi dalam tugas utamanya, yaitu mengajar.[8]
Aldwell
dan Spink (1988) memandang MBS sebagai a self managing school yakni
suatu sekolah yang telah mengadopsi desentralisasi yang berarti dan konsisten
sehingga sekolah tersebut mempunyai wewenang untuk mengambil
keputusan-keputusan yang berhubungan dengan alokasi sumber-sumber yang meliputi
pengetahuan, teknologi, wewenang, material, orang, waktu dan keuangan. Hal ini
berarti bahwa sekolah yang menggunakan MBS memperoleh hak otonomi untuk
mengelola sumber-sumber daya pedidikan yang dimilikinya.[9]
Dalam manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini, sekolah / madrasah
diharapkandapat bekerja dalam koridor – koridor tertentu antara lain sebagai
berikut :[10]
a. Sumber daya, sekolah harus fleksibel dalam mengatur semua sumber daya
sesuai dengan kebutuhan setempat.
b. Pertanggung jawaban (accountability), sekolah dituntut untuk
memiliki akuntabilitas baik terhadap masyarakat maupun pemerintah. Pertanggung
jawaban ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa dana masyarakat dipergunakan
sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan.
c. Kurikulum, berdasarkan kurikulum yang telah ditentukan secara nasional,
sekolah bertanggung jawab untuk mengembangkan
kurikulum baik secara materi dan proses penyampaiannya.
d.
Personil sekolah, sekolah bertanggung jawab
dalam proses rekrutmen (penentuan jnis guru yang diperlukan) dan pembinaan
struktural staf sekolah.
Beberapa
indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain
sebagai berikut :[11]
a)
Lingkungan
sekolah yang aman dan tertib
b) Sekolah memiliki
misi dan target mutu yang ingin dicapai
d) Adanya harapan
yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk
siswa) untuk berprestasi
e) Adanya
pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK
f) Adanya
pelaksanaan evaluasi yang terus-menerus terhadap berbagai aspek akademik dan
administratif, dan
pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/ perbaikan mutu, dan
4. Tujuan Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah / Madrasah bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan
sekolah melalui pemberian kewenangan atau otonomi kepada sekolah dan mendorong
sekolah untuk mengambil keputusan secara partisipatif. Secara lebih rinci
tujuan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah sebagai berikut :[12]
a) Meningkatkan
mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b) Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama.
c) Meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang
mutu sekolahnya.
d) Meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
5. Langkah – langkah Dalam
Meningkatkan Mutu Lembaga Pendidikan
Reinhart dan Beach menguraikan, tema
– tema pengembangan pendidikan antara lain meliputi tema instruksional atau
tema tentang kegiatan belajar mengajar, hubungan antarpersonal, kepemimpinan
dan manajemen, kesadaran sosiopolitik atau budaya yang berkembang dan kesadaran
atau pemahaman diri, selayaknya menjadi landasan penting bagi pemimpin
pendidikan untuk dikembangkan lebih jauh dari hari ke hari. Tema – tema
tersebut menjadi penting dikedepankan dalam rangka membesarkan lembaga
pendidikan, dalam konteks ini lembaga pendidikan Islam agar dapat mencapai
tujuannya dengan baik dan tanpa hambatan.[13]
Berikut ini merupakan langkah –
langkah yang ditempuh dalam meningkatkan mutu lembaga pendidikan: [14]
1)
Kebijakan
Strategis
Ada tiga faktor
yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan di negara kita. Pertama,
kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational
production function atau input – input analisis yang tidak
konsisten. Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara
sentarlistis. Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa
dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim.
Berdasarkan
penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah yang sedang berjalan,
maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk meningkatkan SDM adalah
sebagai berikut :
a.
Manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah (school based management), di mana
sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri upaya peningkatan mutu
secara keseluruhan.
b.
Pendidikan
yang berbasiskan pada parisipasi komunitas (community based education),
di mana terjadi interaksi yang positif antara sekolah dan masyarakat, dalam hal
ini sekolah sebagai (communiy learning center).
c.
Dengan
menggunakan paradigma belajar, akan menjadikan pelajar – pelajar menjadi
manusia yang diberdayakan.
2)
Prinsip
– prinsip Manajemen Peningkatan Mutu
Manajemen
peningkatan mutu sekolah adalah suatu metode peningkatan mutu yang bertumpu
pada sekolah itu sendiri, mengaplikasikan sekumpulan teknik, mendasarkan pada
ketersediaan data kuantitatif dan kualitatif, serta pemberdayaan semua komponen
sekolah untuk secara berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan
organisasi sekolah guna memenuhi kebutuhan peserta didik.
Berdasarkan
pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa manajemen peningkatan mutu
memiliki prinsip – prinsip sebagai berikut :
a.
Peningkatan
mutu harus dilaksanakan di sekolah
b.
Peningkatan
mutu hanya dapat dilaksanakan dengan adanya kepemimpinan yang baik
c.
Peningkatan
mutu harus didasarkan pada data dan fakta, baik bresifat kualitatif maupun
kuantitatif
d.
Peningkatan
mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di sekolah
e.
Peningkatan
utu memiliki tujuan bahwa sekolah dapat memberikan kepuasan kepada siswa, orang
tua, dan masyarakat.
3)
Teknik
Penyusunan Progam Peningkatan Mutu
Adapun penyusunan
program peningkatan mutu, dilakukan dengan mengaplikasikan empat teknik, yaitu school
review, benchmarking, quality assurance, dan quality control. Berdasarkan
Manajemen Panduan Sekolah, masing – masing dijelaskan sebagai berikut :
a.
School
Review
School review adalah suatu proses di mana seluruh komponen
sekolah bekerja sama, khususnya dengan orang tua dan tenaga profesional (ahli)
untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas sekolah serta mutu lulusan. School review akan menghasilkan rumusan tentang kelemahan –
kelemahan, kelebihan – kelebihan, dan prestasi siswa, serta rekomendasi untuk
pengembangan program tahun mendatang.
b.
Benchmarking
Benchmarking yaitu suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai
dalam suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan untuk individu,
kelompok, ataupun lembaga.
c. Quality Assurance
Dalam konteks
pendidikan, suatu teknik diperlukan untuk menentukan bahwa proses pendidikan
telah berlangsung sebagaimana seharusnya. Teknik menekankan pada monitoring
yang berkesinambungan dan melembaga, menjadi subsistem sekolah. Adapun quality
assurance akan menghasilkan informasi yang merupakan umpan balik bagi
sekolah serta memberikan jaminan untuk orang tua siswa bahwa sekolah senantiasa
memberikan pelayanan terbaik bagi siswa.
Untuk
melaksanakan quality assurance, menurut Bahrul Hayat dalam Hand Out
Pelatihan Calon Kepala Sekolah, sekolah harus :
1)
Menekankan
pada kualitas hasil belajar
2)
Hasil
kerja siswa dimonitor secara terus – menerus
3)
Informasi
dan data dari sekolah dikumpulkan serta dianalisis untuk memperbaiki proses di
sekolah
4)
Semua
pihak mulai kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua
siswa harus memiliki komitmen untuk secara bersama mengevaluasi kondisi sekolah
yang kritis dan berupaya untuk memperbaiki.
d.
Quality
Control
Quality
control merupakan suatu sistem untuk
mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai
dengan standar.
Selein itu, dalam
hal kepemimpinan dalam suatu lembaga pendidikan juga perlu dilakukan pembenahan. Kebanyakan pemimpin memiliki perilaku menentang wacana perubahan
yang dilontarkan dari para bawahannya. Hal ini terjadi, antara lain
dikarenakan: pemimpin itu tidak profesional di bidangnya, pemimpin tidak mau
terbuka dan tidak mau ketahuan kelemahannya, pemimpin memiliki sifat kaku dan
otoriter, sehingga rentan menerima masukan orang lain lebih – lebih bawahannya
sendiri, pemimpin tidak memahami dengan baik tugas pokoknya sebagai seorang
pemimpin. Agar seorang pemimpin tidak bersikap menentng gagasan perubahan yang
bisa muncul dari kalangan bawahan itu, disarankan bahwa seorang pemimpin harus
lebih dulu mengubah dirinya sendiri dalam kerangka pengembangan
profesionalismenya untuk menghadapi kompleksitas tuntutan dunia kerja.[15]
Langkah nyata
dalam meningkatkan mutu lembaga pendidikan tersebut bisa diwujudkan melalui:
pertama, pengembangan dan perbaikan kurikulum berbasis kompetensi. Dua,
memperhatikan kondisi kebutuhan – kebutuhan siswa dan masyarakat (student
and social needs) yang beragam. Tiga, sistem evaluasi yang ada hendaknya
dirancang dengan berbasiskan keahlian peserta didik. Empat, perbaikan sarana
prasarana pendidikan, pengembangan dan ketersediaan bahan ajar. Lima, menambah
intensitas pelaksanaan pelatihan (training) bagi pendidik dan tenaga
kependidikan.[16]
[1] Umiarso dan Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah, hlm. 121.
[2] Ibid., hlm.
122.
[3] Ibid., hlm. 124
[5]Ibid.
[7] Ibid.
[10] http://www.scribd.com/mobile/documents/54176183
[12] Ibid.
[13]Makin, Moh dan
Baharuddin, Manajemen Pendidikan Islam, hlm. 18.
[14] Umiarso dan
Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah, hlm. 144 – 150.
[15] Makin, Moh dan
Baharuddin, Manajemen Pendidikan Islam, hlm. 18 – 19.
[16] Makin, Moh dan Baharuddin, Manajemen
Pendidikan Islam, hlm. 19.