Sabtu, 17 Mei 2014

Pengertian Kepribadian Muslim



Menurut asal katanya, kepribadian (personality) berasal dari bahsa Latin personare, yang berarti mengeluarkan suara (to sound trough). Istilah ini digunakan untuk menunjukkan suara dari percakapan seorang pemain sandiwara melalui topeng yang dipakainya. Pada mulanya istilah persona berarti topeng yang dipakai oleh pemain sandiwara, di mana suara pemain sandiwara itu diproyeksikan. Kemudian kata persona itu berarti pemain sandiwara itu sendiri.[1]
Istilah-istilah yang dikenal dalam kepribadian adalah :
a.       Individuality, adalah sifat khas seseorang yang menyebabkan seseorang mempunyai sifat berbeda dari orang lainnya.
b.      Identity, yaitu sifat kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat mempertahankan dirinya terhadap sesuatu dari luar (Unity and persistance of personality)
Kepribadian mengandung pengertian yang sangat kompleks. Kepribadian mencakup berbagai aspek dan sifat-sifat fisis maupun psikis dari seorang individu. Oleh karena itu sukar bagi para ahli psikologi untuk merumuskan batasan/definisi tentang kepribadian secara tepat, jelas, dan mudah dimengerti. .
Beberapa ahli mengemukakan definisinya sebagai berikut :
a.       Allport
Dengan mengecualikan beberapa sifat kepribadian dapat dibatasi sebagai cara bereaksi yang khas dari seseorang individu terhadap perangsang sosial dan kualitas penyesuaian diri yang dilakukannya terhadap segi sosial dari lingkungannya.
b.      Mark A May
Apa yang memungkinkan seseorang berbuat efektif atau memungkinkan seseorang mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Dengan kata lain, kepribadian adalah nilai perangsang sosial seseorang.
c.       Hartmann
Susunan yang terintregasikan dari ciri-ciri umum seorang individu sebagaimana dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperlihatkannnya kepada orang lain.
d.      L.P. Thorp
Sinonim dengan pikiran tentang berfungsinya seluruh individu secara organisme yang meliputi seluruh aspek yang secara verbal terpisah-pisah seperti : intelek, watak, motif, emosi, minat, kesediaan untuk bergaul dengan orang lain (sosialitas), dan kesan individu yang ditimbulkannya pada orang lain serta efektivitas sosial pada umumnya.[2]
Para ahli psikologi pada umumnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kepribadian (personality) itu bukan hanya mengenai tingkah laku yang dapat diamati saja, tetapi juga termasuk di dalamnya apakah sebenarnya individu itu. Jadi selain tingkah laku yang tampak, ingin diketahui pula motifnya, minatnya, sikapnya, dan sebagainya yang mendasari pernyataan tingkah laku tersebut.
Menurut Sigmund Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu :[3]
a.       Das Es (the id), yaitu aspek biologis
b.      Das Ich(the ego), yaitu aspek psikologis
c.       Das Ueber Ich (the super ego) yaitu aspek sosiologis
Sementara itu yang dimaksud dengan kepribadian muslim adalah kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat tetapi rasul, yaitu menjadi abdi masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad Saw. (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau mengakkan Islam dan kejayaan ummat ditengah-tengah masyarakat (‘Izz al-Islam wa al-Muslimin) dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian manusia.[4]
Ditengah semakin derasnya laju arus globalisasi, semakin banyak pula hal-hal yang mengancam akhlak generasi penerus bangsa ini. Peran PAI di sekolah selaku pendidikan formal diharapkan mampu membangun moral peserta didik. Karena dengan adanya pembelajaran PAI yang efektif di sekolah maka akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang kaffah. Meskipun sebenarnya tidak hanya cukup di lembaga pendidikan formal saja pendidikan islam itu dapat diperoleh.
Terbentuknya kepribadian utama utama berdasarkan nilai-nilai dan ukuran Islam adalah salah satu tujuan pendidikan Islam. Tetapi seperti pendidikan umum lainnya, tentunya pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan-tujuan yang lebih bersifat operasional sehingga dapat dirumuskan tahap-tahap proses pendidikan Islam mencapai tujuan lebih jauh.



[1] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, h. 154.
[2] Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2010, h. 201-203.
[3] Sumadi Suryasubrata ,Psikologi Kepribadian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007, h. 125-126.
[4] Mujamil Qomar, Pesantren (Dari Transformasi Metodologi Menuju Demakratisasi Institusi), Jakarta: Erlangga, 2007, h. 4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar