Sabtu, 17 Mei 2014

Masjid dan Pendidikan Islam

Kata masjid berasal dari bahasa Arab, sajada (fiil madhi) yusajidu (mudhori’) masaajid/sajdan (masdar), artinya tempat sujud. Dalam pengertian yang lebih luas berarti tempat shalat dan bermunajat kepada Allah dan tempat merenung serta menata masa depan (dzikir). Dari perenungan terhadap penciptaan Allah tersebut masjid berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan.[1]
Proses yang mengantar masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan adalah karena masjid merupakan tempat awal mempelajari ilmu agama yang baru lahir dan mengenal dasar – dasar, hukum – hukum, dan tujuan – tujuannya. Masjid yang pertama dibangun Nabi saw. adalah Masjid Quba, yaitu setelah Nabi saw. hijrah ke Madinah. Seluruh kegiatan umat difokuskan di masjid termasuk pendidikan. Majelis pendidikan yang dilakukan Rasulullah bersama sahabat di masjid dilakukan dengan sistem halaqah.[2]
Jadi dapat dikatakan bahwa sejak hijrah, Nabi saw. berjuang untuk menciptakan masyarakat beradab, dan modal utama Nabi adalah masjid. Karena itu, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, fungsi masjid di zaman Nabi tidak hanya berhenti sebagai tempat kegiatan peribadatan saja, melainkan lebih luas lagi, yaitu menjadi pusat bagi segenap aktivitas Nabi dalam berinteraksi dengan umat. Ketika itu masjid merupakan pranata terpenting masyarakat Islam.[3]


A.    Fungsi Masjid
Fungsi utama masjid adalah tempat sujud kepada Allah SWT, tempat shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Di dalam ayat – ayat al-Qur’an yang membahas tentang masjid juga dijelaskan beberapa fungsi masjid, antara lain:[4]
1)      Fungsi teologis masjid, yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan, kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah SWT.
2)      Fungsi peribadatan (ubudiyah) masjid. Fungsi ini merupakan kelanjutan dari fungsi teologis yang menyatkan bahwa masjid merupakan tempat penyucian dari segala ilah dan penyucian atau pengesaan tersebut memiliki makna yang sebenarnya, jika diikuti dengan peribadatan yang menunjukkan ke arah tersebut.
3)      Fungsi etik, moral, dan sosial (ahlaqiyah wa ijtima’iyyah), sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa masjid memiliki fungsi peribadatan (ubudiyyah). Peribadatan tersebut dianggap penyerahan total apabila disertai dengan nilai moral yang menyangkut gerakan hati dan fisik. Secara sosial masjid juga menjadi jaminan keamanan bukan hanya sebagai tempat berteduh, tetapi lebih dari itu adalah jaminan akan bahaya keamanandan ekonomi.
4)      Fungsi keilmuan dan kependidikan (tarbawi / educative). Dalam kesejarahan fungsi ini dapat ditengok dari seluruh aktivitas Nabi yang bermuatan edukatif berpusat di masjid.
Dari keempat fungsi dasar masjid tersebut dapat dikembangkan menjadi beberapa fungsi secara lebih rinci sebagai berikut :[5]
1)      Masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2)      Masjid adalah tempat kaum muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin / keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian.
3)      Masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan – persoalan yang timbul dalam masyarakat.
4)      Masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan – kesulitan, meminta bentuan dan pertolongan.
5)      Masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jama’ah dan kegotong-royongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
6)      Masjid dengan majlis ta’limnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin.
7)      Masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader – kader pimpinan umat.
8)      Masjid merupakan tempat mengumpulkan dana, menyimpan dan membagikannya.
Fungsi – fungsi tersebut telah diaktualisasikan dengan kegiatan operasional yang sejalan dengan program pembangunan. Menurut Quraish Shihab, semua fungsi di atas akan terlaksana sebagaimana masa awal Islam dulu, dengan ketentuan :[6]
1)      Keadaan masyarakat masih berpegang teguh pada nilai, norma, dan jiwa agama.
2)      Kemampuan pembina – pembina masjid menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhannya dengan masjid.
3)      Manifestasi pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada pemimpin – pemimpin pemerintahan yang menjadi imam / khotib maupun di dalam ruangan – ruangan masjid yang dijadikan tempat – tempat kegiatan pemerintahan dan syura (permusyawaratan).

B.     Fasilitas Masjid 
Fasilitas penunjang masjid antara lain :[7]
1)      Ruang diskusi (aula), ruangan ini digunakan untuk berdiskusi baik sebelum shalat jama’ah maupun setelahnya.
2)      Madrasah (ruang kuliah), digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan agama untuk membantu pendidikan formal yang mana pada pendidikan formal tersebut proporsi materi keagamaannya lebih sedikit dibandingkan proporsi materi pengetahuan umum.
3)      Perpustakaan, berfungsi sebagai sarana informasi, rekreasi kebudayaan serta pengembangan pengetahuan tentang agama Islam.[8]
Untuk menjadikan masjid sebagai pusat budaya / peradaban di zaman modern sekarang ini, menyadarkan umat muslim pada umumnya dan pihak ta’mir masjid khususnya, akan perlunya fasilitas – fasilitas yang relevan sesuai dengan perkembangan zaman itu sendiri. Semua jenis fasilitas pengembangan masyarakat beradab dan berbudaya (maju) dapat dipikirkan untuk dijadikan kelengkapan masjid. Tetapi karena akan sulit sekali memenuhi kebutuhan segala jenis fasilitas itu, maka dapat ditetapkan terlebih dahulu skala prioritas atau urutan pilihannya, yang mana urutan pilihan tersebut dapat berbeda – beda dari satu masjid ke masjid lainnya. Tentu idealnya adalah jika dapat diadakan pembagian dan spesialsasi antara berbagai masjid, sehingga terjadi penghematan, efisiensi dan efektivitas kerja yang optimal.[9]
Penyediaan fasilitas tertentu akan mengharuskan adanya bangunan tambahan di samping bangunan masjid itu sendiri, misalnya: madrasah. Ketika sebuah masjid tidak mampu lagi menampung untuk kegiatan belajar mengajar, ditambah lagi adanya pembagian kerja yang lebih intensif, maka bangunan madrasah banyak menjadi bangunan “annex” sebuah masjid, seperti banyak ditemukan pada kebanyakan masjid.[10]
Fasilitas tambahan yang tidak kalah pentingnya adalah perpustakaan. Dalam mewujudkan etos membaca di kalangan umat Islam, sangat penting untuk disediakan fasilitas perpustakaan di masjid. Dengan koleksi buku – buku atau kitab – kitab yang akan mampu memperkaya perbendaharaan keilmuan kaum Muslim. Kemunduran umat Islam di seluruh dunia sekarang ini antara lain adalah akibat rendahnya minat membaca, yang mengakibatkan terjadinya kemasabodohan, yang membuat umat kebanyakan Muslim tidak lagi memiliki kreativitas ilmiah seperti yang dulu pernah ada pada generasi – generasi pertama kaum Muslim.[11]

C.    Kegiatan di Masjid
Mengutip pendapat Dr. H. Ahmad Sutarmadi dalam bukunya : “Visi, Misi, dan Langkah Strategis” dengan merujuk pada keputusan Muktamar IV Dewan Masjid Indonesia bahwa visi masjid dirumuskan pada : “meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, dan kecerdasan umat serta tercapainya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. dalam wilayah Negara Republik Indonesia”.[12]
Salah satu contoh kegiatan di masjid adalah Dakwah bil hal, disebut juga dakwah pembangunan. Dakwah bil hal merupakan kegiatan – kegiatan dakwah yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat, baik rohani maupun jasmani. Dakwah bil hal mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Kegiatan ini dititikberatkan pada upaya :[13]
1)      Meningkatkan kualitas pemahaman dan amal keagamaan pribadi muslim sebagai bibit generasi bangsa yang memacu kemajuan ilmu dan teknologi.
2)      Meningkatkan kesadaran dan tata hidup beragama dengan memantapkan dan mengukuhkan ukhuwah islamiyah.
3)      Meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara dikalangan umat Islam sebaga perwujudan dari pengamalan ajaran Islam.
4)      Meningkatkan kecerdasan dan kehidupan sosial ekonomi umat melalui pendidikan dan usaha ekonomi.
5)      Meningkatkan taraf hidup umat, terutama kaum dhuafa dan masakin.
6)      Memberikan pertolongan dan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan melalui kegiatan sosial, seperti pelayanan kesehatan, panti asuhan, yatim oiatu dan orang – orang jompo.
7)      Menumbuhkembangkan semangat gotong royong, kebersamaan, dan kesetiakawanan sosial melaui kegiatan – kegiatan yang bersifat kemanusiaan.
Segala kegiatan yang diadakan di masjid, terutama yang menyangkut masalah pendidikan agama merupakan pendidikan non-formal. Dan dari kegiatan pendidikan non-formal yang ada di masjid itu diharapkan bisa menjadi pelajaran tambahan bagi siswa yang mengikutinya. Kegiatan tersebut bisa berupa pengajian rutin, pengajian untuk memperingati Hari besar Islam, diskusi materi tentang ibadah maupun mua’malah dan lain - lain.
Akan tetapi kegiatan – kegiatan seperti yang tersebut di atas itu akan terkendala, dikarenakan adanya pengaruh negatif dari era globalisasi serta kurangnya minat masyarakat untuk mengikuti kegiatan rutin di masjid.
Agar masyarakat lebih menerima eksistensi masjid sebagai lembaga pendidikan non-formal, maka ada baiknya bila diperhatikan syarat – syarat pendidikan non-formal sebagai berikut :[14]
1)      Pendidikan non-formal harus jelas tujuannya.
2)      Ditinjau dari segi masyarakat. Program pendidikan non-formal harus menarik baik hasil – hasil yang akan dicapai maupun cara – cara pelaksanaannya.
3)      Adanya integrasi antara pendidikan non-formal dengan program – program pembangunan dalam masyarakat.
4)      Dalam pendidikan non-formal, program latihan mendapatkan prioritas.

D.   Peranan Masjid
Peranan masjid dalam kehidupan adalah sebagai berikut :[15]
1)      Masjid Sebagai Sumber Aktivitas
Dalam perkembangan dakwah Rasulullah SAW. Terutama periode Madinah, eksistenai masjid tidak hanya dimanfaatkan sebagai pusat ibadah yang bersifat mahdhah saja, seperti shalat, tapi juga mampunyai peran sebagai berikut :
a)      Dalam keadaan darurat, setelah mencapai tujuan hijrah di Madinah, beliau bukannya mendirikan benteng pertahanan untuk berjaga – jaga dari kemungkunan serangan musuh tetapi terlebih dahulu mendirikan masjid.
b)      Masjid Menghubungkan ikatan yang terdiri dari kelompok Muhajirin dan Anshor dengan satu landasan keimanan kepada Allah SWT.
c)      Masjid didirikan oleh orang – orang yang bertaqwa secara bergotong royong untuk kemaslahatan bersama.
Memasuki zaman keemasan Islam, masjid mengalami penyesuaian dan penyempurnaan. Corak penyesuaian dengan tuntutan zaman itu terjadi tidak kalah fungsionalnya dengan optimalisasi ilai dan makna masjid di zaman Rasulullah saw. Dalam perkembangannya yang terakhir, masjid mulai memperhatikan kiprah operasional menuju keragaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis besarnya operasionalisasi masjid menyangkut:
a)      Aspek Hissiyah (bangunan)
b)      Aspek Maknawiyah (tujuan)
c)      Aspek Ijtima’iyah (segala kegiatan)

2)      Masjid dalam Arus Informasi Modern
Jika ditinjau lebih kritis, terlihat peranan masjid mulai tergeser dari kedudukan semula, yakni masjid sebagai tiang utama agama Islam, sebagai sarana utama untuk mengaplikasikan risalah agama, dan masjid sebagai institusi yang paling berkompeten dalam menentukan tegak dan semaraknya agama Islam.
Dengan semakin gencarnya pembangunan secara menyeluruh serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan arus informasi sebagai acuan utamanya. Salah satu tujuannya adalah untuk mengangkat harkat, martabat, derajat manusia sehingga akan tercipta kenyamanan, kelengkapan, keseimbangan, dan kesempurnaan hidup manusia.
Era globalisasi membawa dampak negati dalam sektor kehidupan. Kecenderungan mengikis falsafah lama, mempermudah terjadinya penyusupan budaya asing, praktik gaya hidup bebas yang mengakibatkan krisis moral, lenyapnya gotong royong dan silaturrahmi, hingga godaan potensial membentuk pribadi yang sombong.
Pada sisi lain, era ini juga membawa dampak positif berupa kesanggupan melahirkan masyarakat yang kreatif, baik itu kratif dalam berpikir atau kreatif dalam berkarya. Bagi masjid, sisi positif ini berarti kesanggupan meningkatkan wawasan yang luas dan jauh ke depan. Dengan bekal tersebut setidaknya ada kesiapan dalam mengambil tindakan atau langkah yang cepat dan tepat. Dengan demikian, sepenuhnya tergantung pada masyarakat itu sendiri dalam menentukan sikap sejauh mana mereka mau dan mampu mengambil manfaat dari keberadaan era globalisasi.

  1. Masjid Sebagai Sumber Belajar PAI
Sumber belajar adalah sesuatu yang mendukung dan mensupport kegiatan belajar mengajar, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Di dalam sekolah, mungkin perlu dibangun sebuah masjid atau mushalla sebagai tempat ibadah, yang setiap hari para pimpinan, guru, karyawan dan semua siswa secara bersama-sama melaksanakan shalat berjama’ah. Tidak hanya sebagai tempat shalat, masjid juga dapat difungsikan sebagai pusat unggulan lainnya, seperti tadarus dan latihan baca tulis al-Qur’an, kajian dan pendalaman materi pendidikan agama Islam.[16]


[1] Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam : Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 116.
[2] Ibid.
[3] Nurcholish Madjid, Kaki Langit..., hlm. 34.
[4] Moh. Roqib, Menggugat Fungsi Edukasi Masjid, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2005), hlm. 73-76.
[5] Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid, (Jakarta: Gema Insani Press), hlm. 7-8.
[6] Moh. Roqib, Menggugat..., hlm. 78.
[7] A. Fatah Yasin, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 237-238.
[8] Bashori A. Hakim dan Moh. Saleh Isre, Fungsi Sosial Rumah Ibadah Dari Berbagai Agama dalam perspektif Kerukunan Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2004), hlm. 193.
[9] Nurcholish Madjid, Kaki Langit..., hlm. 35.
[10] Ibid., hlm. 35-36.
[11] Ibid., hlm. 36-37.
[12] Bashori A. Hakim dan Moh. Saleh Isre, Fungsi Sosial..., hlm. 132.
[13] Mohammad E. Ayub, Manajemen..., hlm. 9.
[14] A. Fatah Yasin, Dimensi..., hlm. 234-235.
[15] Mohammad E. Ayub, Manajemen..., hlm. 10-15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar