Kata
masjid berasal dari bahasa Arab, sajada (fiil madhi) yusajidu (mudhori’)
masaajid/sajdan (masdar), artinya tempat sujud. Dalam pengertian
yang lebih luas berarti tempat shalat dan bermunajat kepada Allah dan tempat
merenung serta menata masa depan (dzikir). Dari perenungan terhadap
penciptaan Allah tersebut masjid berkembang menjadi pusat ilmu pengetahuan.[1]
Proses yang mengantar masjid sebagai pusat ilmu
pengetahuan adalah karena masjid merupakan tempat awal mempelajari ilmu agama
yang baru lahir dan mengenal dasar – dasar, hukum – hukum, dan tujuan –
tujuannya. Masjid yang pertama dibangun Nabi saw. adalah Masjid Quba, yaitu
setelah Nabi saw. hijrah ke Madinah. Seluruh kegiatan umat difokuskan di masjid
termasuk pendidikan. Majelis pendidikan yang dilakukan Rasulullah bersama
sahabat di masjid dilakukan dengan sistem halaqah.[2]
Jadi dapat dikatakan bahwa sejak hijrah, Nabi saw.
berjuang untuk menciptakan masyarakat beradab, dan modal utama Nabi adalah
masjid. Karena itu, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, fungsi masjid di
zaman Nabi tidak hanya berhenti sebagai tempat kegiatan peribadatan saja,
melainkan lebih luas lagi, yaitu menjadi pusat bagi segenap aktivitas Nabi
dalam berinteraksi dengan umat. Ketika itu masjid merupakan pranata terpenting
masyarakat Islam.[3]
A. Fungsi Masjid
Fungsi utama masjid adalah tempat sujud kepada Allah SWT,
tempat shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Di dalam ayat – ayat al-Qur’an
yang membahas tentang masjid juga dijelaskan beberapa fungsi masjid, antara
lain:[4]
1) Fungsi teologis
masjid, yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan,
kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah SWT.
2) Fungsi peribadatan
(ubudiyah) masjid. Fungsi ini merupakan kelanjutan dari fungsi teologis
yang menyatkan bahwa masjid merupakan tempat penyucian dari segala ilah
dan penyucian atau pengesaan tersebut memiliki makna yang sebenarnya, jika
diikuti dengan peribadatan yang menunjukkan ke arah tersebut.
3) Fungsi etik, moral,
dan sosial (ahlaqiyah wa ijtima’iyyah), sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya bahwa masjid memiliki fungsi peribadatan (ubudiyyah).
Peribadatan tersebut dianggap penyerahan total apabila disertai dengan nilai
moral yang menyangkut gerakan hati dan fisik. Secara sosial masjid juga menjadi
jaminan keamanan bukan hanya sebagai tempat berteduh, tetapi lebih dari itu
adalah jaminan akan bahaya keamanandan ekonomi.
4) Fungsi keilmuan dan
kependidikan (tarbawi / educative). Dalam kesejarahan fungsi ini
dapat ditengok dari seluruh aktivitas Nabi yang bermuatan edukatif berpusat di
masjid.
Dari keempat fungsi dasar masjid tersebut dapat
dikembangkan menjadi beberapa fungsi secara lebih rinci sebagai berikut :[5]
1) Masjid merupakan
tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2) Masjid adalah
tempat kaum muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk
membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin / keagamaan sehingga selalu
terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian.
3) Masjid adalah
tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan – persoalan yang
timbul dalam masyarakat.
4) Masjid adalah
tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan – kesulitan, meminta
bentuan dan pertolongan.
5) Masjid adalah
tempat membina keutuhan ikatan jama’ah dan kegotong-royongan di dalam
mewujudkan kesejahteraan bersama.
6) Masjid dengan
majlis ta’limnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu
pengetahuan muslimin.
7) Masjid adalah
tempat pembinaan dan pengembangan kader – kader pimpinan umat.
8) Masjid merupakan tempat
mengumpulkan dana, menyimpan dan membagikannya.
Fungsi – fungsi tersebut telah diaktualisasikan dengan
kegiatan operasional yang sejalan dengan program pembangunan. Menurut
Quraish Shihab, semua fungsi di atas
akan terlaksana sebagaimana masa awal Islam dulu, dengan ketentuan :[6]
1) Keadaan masyarakat
masih berpegang teguh pada nilai, norma, dan jiwa agama.
2) Kemampuan pembina –
pembina masjid menghubungkan kondisi sosial dan kebutuhannya dengan masjid.
3) Manifestasi
pemerintahan terlaksana di dalam masjid, baik pada pemimpin – pemimpin
pemerintahan yang menjadi imam / khotib maupun di dalam ruangan – ruangan
masjid yang dijadikan tempat – tempat kegiatan pemerintahan dan syura (permusyawaratan).
B. Fasilitas
Masjid
Fasilitas penunjang masjid antara lain :[7]
1) Ruang diskusi
(aula), ruangan ini digunakan untuk berdiskusi baik sebelum shalat jama’ah
maupun setelahnya.
2) Madrasah (ruang
kuliah), digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan agama untuk membantu
pendidikan formal yang mana pada pendidikan formal tersebut proporsi materi
keagamaannya lebih sedikit dibandingkan proporsi materi pengetahuan umum.
3) Perpustakaan,
berfungsi sebagai sarana informasi, rekreasi kebudayaan serta pengembangan
pengetahuan tentang agama Islam.[8]
Untuk menjadikan masjid sebagai pusat budaya / peradaban
di zaman modern sekarang ini, menyadarkan umat muslim pada umumnya dan pihak
ta’mir masjid khususnya, akan perlunya fasilitas – fasilitas yang relevan
sesuai dengan perkembangan zaman itu sendiri. Semua jenis fasilitas
pengembangan masyarakat beradab dan berbudaya (maju) dapat dipikirkan untuk
dijadikan kelengkapan masjid. Tetapi karena akan sulit sekali memenuhi
kebutuhan segala jenis fasilitas itu, maka dapat ditetapkan terlebih dahulu
skala prioritas atau urutan pilihannya, yang mana urutan pilihan tersebut dapat
berbeda – beda dari satu masjid ke masjid lainnya. Tentu idealnya adalah jika
dapat diadakan pembagian dan spesialsasi antara berbagai masjid, sehingga
terjadi penghematan, efisiensi dan efektivitas kerja yang optimal.[9]
Penyediaan fasilitas tertentu akan mengharuskan adanya
bangunan tambahan di samping bangunan masjid itu sendiri, misalnya: madrasah.
Ketika sebuah masjid tidak mampu lagi menampung untuk kegiatan belajar
mengajar, ditambah lagi adanya pembagian kerja yang lebih intensif, maka
bangunan madrasah banyak menjadi bangunan “annex” sebuah masjid, seperti
banyak ditemukan pada kebanyakan masjid.[10]
Fasilitas tambahan yang tidak kalah pentingnya adalah
perpustakaan. Dalam mewujudkan etos membaca di kalangan umat Islam, sangat penting
untuk disediakan fasilitas perpustakaan di masjid. Dengan koleksi buku – buku
atau kitab – kitab yang akan mampu memperkaya perbendaharaan keilmuan kaum
Muslim. Kemunduran umat Islam di seluruh dunia sekarang ini antara lain adalah
akibat rendahnya minat membaca, yang mengakibatkan terjadinya kemasabodohan,
yang membuat umat kebanyakan Muslim tidak lagi memiliki kreativitas ilmiah
seperti yang dulu pernah ada pada generasi – generasi pertama kaum Muslim.[11]
C. Kegiatan di Masjid
Mengutip
pendapat Dr. H. Ahmad Sutarmadi dalam bukunya : “Visi, Misi, dan Langkah
Strategis” dengan merujuk pada keputusan Muktamar IV Dewan Masjid Indonesia
bahwa visi masjid dirumuskan pada : “meningkatkan keimanan, ketaqwaan, akhlak
mulia, dan kecerdasan umat serta tercapainya masyarakat adil makmur yang
diridhoi Allah SWT. dalam wilayah Negara Republik Indonesia”.[12]
Salah
satu contoh kegiatan di masjid adalah Dakwah bil hal, disebut juga dakwah
pembangunan. Dakwah bil hal merupakan kegiatan – kegiatan dakwah yang diarahkan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat, baik rohani maupun
jasmani. Dakwah bil hal mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Kegiatan ini
dititikberatkan pada upaya :[13]
1)
Meningkatkan
kualitas pemahaman dan amal keagamaan pribadi muslim sebagai bibit generasi
bangsa yang memacu kemajuan ilmu dan teknologi.
2)
Meningkatkan
kesadaran dan tata hidup beragama dengan memantapkan dan mengukuhkan ukhuwah
islamiyah.
3)
Meningkatkan
kesadaran hidup berbangsa dan bernegara dikalangan umat Islam sebaga perwujudan
dari pengamalan ajaran Islam.
4)
Meningkatkan
kecerdasan dan kehidupan sosial ekonomi umat melalui pendidikan dan usaha
ekonomi.
5)
Meningkatkan
taraf hidup umat, terutama kaum dhuafa dan masakin.
6)
Memberikan
pertolongan dan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan melalui kegiatan
sosial, seperti pelayanan kesehatan, panti asuhan, yatim oiatu dan orang –
orang jompo.
7)
Menumbuhkembangkan
semangat gotong royong, kebersamaan, dan kesetiakawanan sosial melaui kegiatan
– kegiatan yang bersifat kemanusiaan.
Segala kegiatan yang diadakan di masjid, terutama yang
menyangkut masalah pendidikan agama merupakan pendidikan non-formal. Dan dari
kegiatan pendidikan non-formal yang ada di masjid itu diharapkan bisa menjadi
pelajaran tambahan bagi siswa yang mengikutinya. Kegiatan tersebut bisa berupa
pengajian rutin, pengajian untuk memperingati Hari besar Islam, diskusi materi
tentang ibadah maupun mua’malah dan lain - lain.
Akan tetapi kegiatan – kegiatan seperti yang tersebut di
atas itu akan terkendala, dikarenakan adanya pengaruh negatif dari era
globalisasi serta kurangnya minat masyarakat untuk mengikuti kegiatan rutin di
masjid.
Agar masyarakat lebih menerima eksistensi masjid sebagai
lembaga pendidikan non-formal, maka ada baiknya bila diperhatikan syarat –
syarat pendidikan non-formal sebagai berikut :[14]
1) Pendidikan
non-formal harus jelas tujuannya.
2) Ditinjau dari segi
masyarakat. Program pendidikan non-formal harus menarik baik hasil – hasil yang
akan dicapai maupun cara – cara pelaksanaannya.
3) Adanya integrasi
antara pendidikan non-formal dengan program – program pembangunan dalam
masyarakat.
4) Dalam pendidikan
non-formal, program latihan mendapatkan prioritas.
D. Peranan Masjid
1) Masjid
Sebagai Sumber Aktivitas
Dalam perkembangan dakwah Rasulullah SAW. Terutama periode Madinah, eksistenai masjid tidak hanya
dimanfaatkan sebagai pusat ibadah yang bersifat mahdhah saja, seperti shalat,
tapi juga mampunyai peran sebagai berikut :
a) Dalam keadaan
darurat, setelah mencapai tujuan hijrah di Madinah, beliau bukannya mendirikan
benteng pertahanan untuk berjaga – jaga dari kemungkunan serangan musuh tetapi
terlebih dahulu mendirikan masjid.
b) Masjid
Menghubungkan ikatan yang terdiri dari kelompok Muhajirin dan Anshor dengan
satu landasan keimanan kepada Allah SWT.
c) Masjid didirikan
oleh orang – orang yang bertaqwa secara bergotong royong untuk kemaslahatan
bersama.
Memasuki
zaman keemasan Islam, masjid mengalami penyesuaian dan penyempurnaan. Corak
penyesuaian dengan tuntutan zaman itu terjadi tidak kalah fungsionalnya dengan
optimalisasi ilai dan makna masjid di zaman Rasulullah saw. Dalam
perkembangannya yang terakhir, masjid mulai memperhatikan kiprah operasional
menuju keragaman dan kesempurnaan kegiatan. Pada garis besarnya operasionalisasi
masjid menyangkut:
a)
Aspek Hissiyah (bangunan)
b)
Aspek Maknawiyah
(tujuan)
c)
Aspek Ijtima’iyah
(segala kegiatan)
2) Masjid
dalam Arus Informasi Modern
Jika
ditinjau lebih kritis, terlihat peranan masjid mulai tergeser dari kedudukan
semula, yakni masjid sebagai tiang utama agama Islam, sebagai sarana utama
untuk mengaplikasikan risalah agama, dan masjid sebagai institusi yang paling
berkompeten dalam menentukan tegak dan semaraknya agama Islam.
Dengan
semakin gencarnya pembangunan secara menyeluruh serta pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dengan arus informasi sebagai acuan utamanya. Salah
satu tujuannya adalah
untuk mengangkat harkat, martabat,
derajat manusia sehingga akan tercipta kenyamanan, kelengkapan, keseimbangan,
dan kesempurnaan hidup manusia.
Era globalisasi membawa dampak negati dalam sektor
kehidupan. Kecenderungan mengikis falsafah lama, mempermudah terjadinya
penyusupan budaya asing, praktik gaya hidup bebas yang mengakibatkan krisis
moral, lenyapnya gotong royong dan silaturrahmi, hingga godaan potensial
membentuk pribadi yang sombong.
Pada sisi lain, era ini juga membawa dampak positif
berupa kesanggupan melahirkan masyarakat yang kreatif, baik itu kratif dalam
berpikir atau kreatif dalam berkarya. Bagi masjid, sisi positif ini berarti
kesanggupan meningkatkan wawasan yang luas dan jauh ke depan. Dengan bekal
tersebut setidaknya ada kesiapan dalam mengambil tindakan atau langkah yang
cepat dan tepat. Dengan demikian, sepenuhnya tergantung pada masyarakat itu
sendiri dalam menentukan sikap sejauh mana mereka mau dan mampu mengambil
manfaat dari keberadaan era globalisasi.
- Masjid Sebagai Sumber Belajar PAI
Sumber belajar adalah sesuatu yang mendukung dan mensupport
kegiatan belajar mengajar, baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar
lingkungan sekolah. Di dalam sekolah, mungkin perlu dibangun sebuah masjid atau
mushalla sebagai tempat ibadah, yang setiap hari para pimpinan, guru, karyawan
dan semua siswa secara bersama-sama melaksanakan shalat berjama’ah. Tidak hanya
sebagai tempat shalat, masjid juga dapat difungsikan sebagai pusat unggulan
lainnya, seperti tadarus dan latihan baca tulis al-Qur’an, kajian dan
pendalaman materi pendidikan agama Islam.[16]
[1] Syamsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam
: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 116.
[2] Ibid.
[3] Nurcholish Madjid, Kaki Langit...,
hlm. 34.
[4] Moh. Roqib, Menggugat Fungsi Edukasi
Masjid, (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2005), hlm. 73-76.
[5] Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid,
(Jakarta: Gema Insani Press), hlm. 7-8.
[6] Moh. Roqib, Menggugat..., hlm.
78.
[7] A. Fatah Yasin, Dimensi – Dimensi
Pendidikan Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 237-238.
[8] Bashori A. Hakim
dan Moh. Saleh Isre, Fungsi Sosial Rumah Ibadah Dari Berbagai Agama dalam
perspektif Kerukunan Umat Beragama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan
Beragama, 2004), hlm. 193.
[9] Nurcholish Madjid, Kaki Langit...,
hlm. 35.
[13] Mohammad E. Ayub, Manajemen...,
hlm. 9.
[14] A. Fatah Yasin, Dimensi..., hlm.
234-235.
[15] Mohammad E. Ayub, Manajemen...,
hlm. 10-15.
[16]http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2264:pendekatan-penerapan-kurikulum-pai&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210
(Diakses
pada : 27/6/2012, pukul : 11:15)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar