Selang
waktu (vakum kenabian) di mana saat itu Muhammad SAW. diutus, adalah masa –
masa paling gelap dan masa – masa paling kacau yang dilalui Jazirah Arab (zaman
jahiliyah), sangat jauh dari angan – angan perbaikan, serta merupakan tahapan
paling sulit dan paling rumit yang dihadapi seorang nabi.
Sir
William Muir menyatakan : “Tempat – tempat di Arab sebelum diutusnya Muhammad
SAW., jauh dari perubahan agama, sebagaimana ia juga jauh dari persatuan dan
hubungan baik antar suku. Agama mereka berdiri atas berhalaisme yang tidak
masuk akal, yang telah berurat berakar pada mereka. Dengan kekerasan bak batu
cadas, mereka bertarung menghadapi upaya kaum Nasrani Mesir dan Syam melakukan
perbaikan, hingga mengalami kegagalan.”[1]
2.
Kebutuhan
Akan Seorang Nabi yang Diutus Allah
Pada
masa sebelum lahirnya Islam, memang ada sejumlah orang yang menegakkan agama
Ibrahim secara murni. Merekalah yang menyadari bahwa itu jauh dari sikap
tradisional; penyembahan berhala adalah suatu bid’ah, inovasi ciptaan manusia,
suatu bahaya yang haarus dijaga dan dilawan.[2]
Para
kaum Hanif, begitu mereka menyebut
diri mereka, merasa tidak bisa berbuat apa – apa berkaitan dengan berhala –
berhala, yang kehadirannya di Makkah mereka anggap sebagai suatu kotoran dan
polusi.Penolakan mereka untuk kompromi dan seringnya mereka bicara terang –
terangan tentang agama itu, membuat mereka menjadi satu golongan pinggiran
dalam masyarakat Makkah.[3]
Pencabutan
kerusakan dan berhalaisme dari akarnya hingga tidak bersisa benda dan bekasnya,
penanaman akidah tauhid di dasar jiwa manusia secara sempurna, penanaman
kecenderungan terhadap ridho Allah dan beribadah kepada-Nya, dan pelayanan
terhadap sesama manusia, pembelaan terhadap kebenaran, pengekangan terhadap
hawa nafsu, dan memberantas segala tantangan. Semua itu diperlukan oleh bangsa
Arab agar budaya jahiliyah dapat diberantas.
Secara garis besar adalah melakukan
karantina terhadap sifat kemanusiaan yang saling bermusuhan yang sedang
mengerahkan kekuatannya untuk melompat ke dalam jurang siksaan dunia dan
akhirat dan menapaaki jalan yang awalnya adalah kebahagiaan seperti yang
diperoleh oleh orang – orang yang mengenal Allah dan beriman kepada-Nya, dan
akhir perjalanannya adalah surga Allah yang abadi, yang dijanjikan untuk orang
– orang yang bertaqwa.
3.
Alasan
Dipilihnya Arab Sebagai Tempat Diutusnya Rasulullah SAW.
Bangsa Arab pada dasarnya merupakan
bangsa yang bersahaja, yang di dalam hati mereka belum begitu banyak tertulis
kebudayaan maupun keyakinan yanf dalam dan sulit untuk dihilangkan. Tidak
seoerti bangsa Romawi yang tersesat dan sombong dengan ilmu pengetahuan dan tatanan
etika mereka yang tinggi serta peradaban mereka yang bersinar, juga dengan
pemikiran filosofis mereka yang luas.
Selain itu, orang – orang Arab adalah
orang – orang yang bangga tapi sensitif. Kebanggaan itu disebabkan bahwa bangsa
Arab memiliki kemampuan yang luar biasa dalam dunia sastra, dan bahasa Arab
juga merupakan bahasa terbaik diantara bahasa – bahasa lain di dunia.
Pada
masa sebelum lahirnya Islam, di Jazirah Arab sudah terlebih dahulu berkembang
agama Yahudi dan Kristen. Meskipun agama Yahudi dan Kristen sudah masuk ke
Jazirah Arab, bangsa Arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu
percaya pada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung.[4]
Setiap kabilah mempunyai berhala
sendiri. Berhala – berhala tersebut dipusatkan di Ka’bah, tetapi di tempat –
tempat lain juga banyak terdapat berhala. Berhala – berhala yang terpenting
adalah Hubal, yang dianggap sebagai dewa terbesar, terletak di Ka’bah; Latta,
dewa tertua terletek di Thaif; Uzza, bertempat di Hijaz. Berhala – berhala itu
mereka jadikan sebagai tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan buruk.[5]
Beberapa
sifat lain bangsa Arab sebelum datangnya Islam adalah sebagai berikut :[6]
1.Kurang
bagus dalam pengorganisasian kekuatan dan lemah dalam penyatuan aksi
2.Mempunyai
struktur kesukuan yang diatur oleh kepala suku
3.Posisi
wanita tidak lebih baik dari binatang, wanita dianggap barang – barang dan
hewan ternak yang tidak mempunyai hak.
Secara
geografis, letak Jazirah Arab layak menjadi pusat dakwah ke seluruh dunia dan
kepada seluruh umat manusia. Disamping sebagai bagian dari benua Asia yang
terletak berdekatan dengan benua Afrika, kemudian benua Eropa, yang semuanya
adalah pusat kebudayaan, intelektual, agama – agama, pemerintahan –
pemerintahan yang kuat dan luas.[7]
Jazirah Arab juga dilewati oleh kafilah
– kafilah dagang yang menghubungkan berbagai negeri. Terkadang, kafilah –
kafilah tersebut juga menghubungkan antara bukit – bukit kecil yang terasing,
mereka membawa sesuatu yang berguna dan diproduksi di suatu negeri, ke negeri
yang memerlukannya.
Jazirah ini juga terletak di antara dua kekuatan yang
bersaing, yakni kekuatan Kristen dan Majusi, kekuatan Barat dan Timur. Namun demikian, Jazirah Arab tetap menyimpan
kebebasan dan kepribadiannya. Ia tidak tunduk pada salah satu daulat
(kekuasaan) kecuali pada sebagian daerahnya, dan pada sebagian kecil suku –
sukunya. Dengan demikian, Jazirah Arab berada dalam posisi yang sangat baik
untuk menjadi pusat dakwah kemanusiaan secara universal, berdiri di atas jalan
internasional, jauh dari pengaruh politik dan pengaruh asing.[8]
Karena semua alasan di atas, Allah telah memilih Jazirah
Arab khususnya Makkah al- Mukaromah, sebagai tempat diutusnya Rasulullah SAW.,
sebagai tempat permulaan diturunkannya wahyu, serta sebagai titik tolak
perjalanan Islam ke seluruh dunia.
“Allah
lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (QS.
al-An’am:124)
[1]
Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Pengantar
Menuju Sirah Nabawiyah, hlm. 49.
[2] Martin
Lings, Muhammad, Serambi, Jakarta,
hlm. 34.
[3] Ibid.
[4]
Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, hlm.
54.
[5] Ibid.
[6] Ibid., hlm. 55.
[7]
Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Pengantar
Menuju Sirah Nabawiyah, hlm. 47.
[8] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar